Peneliti merupakan aktifitas yang saya sukai sejak kuliah hingga saat ini, apalagi jika menemukan objek atau lokasi penelitian yang baru. Berbagai macam isu telah saya teliti mulai dari lingkungan hidup, budaya, pendidikan kesehatan, kebijakan publik, sosial, politik, demokrasi dan terakhir kepemiluan. Hal tersebut saya lakukan baik secara personal maupun institusi.
Penelitian yang pertama saya lakukan dengan menggunakan metodologi dan terstruktur pada saat penyusunan skripsi. Saat itu saya melihat suatu fenomena yang menarik untuk ditelusuri. Banyaknya pedagang Bugis Wajo yang terjun ke dunia politik, baik sebagai anggota, pengurus partai bahkan sebagian yang berhasil terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Wajo di Pemilu 2009.
Ketertarikan meneliti orientasi politik pedagang dan rasa penasaran saya untuk mengetahui aktifitas sosial politik para anggota legislatif yang berlatar belakang pedagang membuat saya mengangkat judul skripsi “Transformasi Sosiokultural” (Studi Orientasi Politik Pedagang Bugis Wajo) di Jurusan Sosiologi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar.
Orientasi politik pedagang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu tindakan atau aktifitas yang mempengaruhi kehidupan dan berpartisipasi seseorang terhadap sistem politik dan struktur politik yang ada seperti orientasi menjadi anggota DPRD.
Tak sampai disitu minat untuk menggeluti isu-isu dan wacana politik, demokrasi dan kepemiluan membawa saya bergabung di salah satu lembaga yang juga fokus dengan wacana tata kelola pemerintahan dan nilai-nilai demokrasi. Lembaga itu bernama Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) Makassar.[1] Salah satu lembaga yang banyak membantu Pemerintah Daerah dalam menyusun kebijakan kabijakan publik di Sulawesi Selatan.
Pertengahan tahun 2013 saya diajak langsung oleh pimpinan lembaga tersebut melalui saudaranya yang berada di Kota Sengkang. Saya diminta untuk ke Kota Makassar untuk menemuinya. Saya diajaknya untuk ikut terlibat pada sebuah program penelitian terkait anggota legislatif perempuan di Sulawesi Selatan. Namanya Andi Yudha Yunus, saya biasa memanggilnya Pung Yudha karena kebetulan beliau juga berasal dari Sengkang, Kabupaten Wajo. Dia besar dan bersekolah di Sengkang. Dalam dunia pemberdayaan masyarakat (community empowerment) namanya sudah tidak asing lagi. Menurutku dalam mengfasilitasi masyarakat dia memiliki karakter yang unik, setiap pertemuan dengannya pasti ada saja joke-joke yang membuat diskusi kami menjadi segar kembali dan tidak membosankan meski hingga berjam-jam. Pokoknya dia merupakan salah satu inspirasi saya sekaligus menjadi guru terbaik dalam menyusun dan merancang sebuah program pemberdayaan masyarakat. Sekali-kali saya juga mencuri-curi ilmunya meskipun sebenarnya dia juga tahu maksudku.
Dari beberapa kegiatan bersamanya, salah satu program penelitian yang terkait isu demokrasi dan kepemiluan yang saya juga banyak belajar adalah Program Peningkatan Kapasitas Anggota Legislatif Perempuan periode 2011-2014 di Provinsi Sulawesi Selatan. Program ini bekerjasama dengan The Asean Foundation dan Kedutaan Norwegia.
Secara umum, program ini di samping membangun kapasitas Anggota Legislatif (Aleg) Perempuan, secara khusus program ini juga mendorong proses pembuatan perundang-undangan yang sensitif gender dan mendorong penguatan relasi Aleg perempuan dan konsitutuennya. Program ini juga memfasilitasi Aleg perempuan dalam membangun dan memperkuat relasi dengan jaringan masyarakat sipil, konstituen Aleg dan media massa di wilayahnya masing-masing guna mendapatkan informasi dan fakta mengenai isu gender. Selain itu, program ini juga mendorong media massa untuk semakin cermat dalam mengusung isu-isu yang berperspektif gender dalam pemberitaannya.
Pada program ini saya sempat berkenalan dan mewawancarai beberapa Anggota Legislatif Perempuan di Sulawesi Selatan baik yang terpilih di DPRD Provinsi Sulawesi Selatan maupun DPRD Kabupaten/Kota. Ada 3 (tiga) Kabupaten yang menjadi tanggungjawab saya yakni Kabupaten Maros, Soppeng dan Wajo.