Setelah menjadi penyelenggara Pilkada tingkat Kelurahan, Saya mengasah kembali kemampuan saya dalam kepemiluan dengan melibatkan diri menjadi Pemantau Pemilu di FIK Ornop Sulsel (Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintahan) Sulawesi Selatan.[1] Program Pemantauan Pemilu 2014 yang di sponsori oleh The Asian Foundation dan Australian AID melaksanakan program pemantauan di Provinsi Sulawesi Selatan dengan fokus pada 8 (delapan) kabupatan/kota di Provinsi Sulawesi Selatan yakni Makassar, Jeneponto, Gowa, Bone, Tana Toraja, Toraja Utara, Palopo dan Wajo.
Saya diminta untuk terlibat dalam program ini baik secara personal maupun kelembagaan. Wadjo Institute yang Saya pimpin kala itu masih dalam proses pendaftaran sebagai salah satu lembaga anggota FIK Ornop Sul-Sel yang berkedudukan di Kabupaten Wajo. Nanti bulan Desember 2014 bertepatan dengan Rapat Pleno, Wadjo Institute dinyatakan secara resmi menjadi lembaga anggota FIK Ornop Sulsel bersama dengan 46 lembaga anggota lainnya.
Kabupaten Wajo dipilih menjadi salah satu lokasi program karena dianggap memiliki potensi konflik yang besar dan sempat bersengketa hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagaimana diketahui bahwa setahun sebelumnya pada Pilkada 2013 di Kabupaten Wajo berakhir di Mahkamah Konstitusi. Dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013 (PHPKADA tahun 2013) dengan perkara Nomor 143/PHPU.D-XI/2013, menempatkan KPU Kabupaten Wajo sebagai termohon yang berhadapan dengan beberapa calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Wajo yang tidak puas atas hasil Pilkada 2013 yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten Wajo. Meski pada akhirnya dalam amar putusan MK menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya sehingga melegitimasi pasangan Andi Burhanuddin Unru dan Andi Syahrir Kube Dauda (Asyik) sebagai pemenang Pilkada Kabupaten Wajo Tahun 2013
Hal inilah yang menjadi salah satu indikator dan mendapat perhatian dari beberapa kalangan khususnya bagi LSM di Sulawesi Selatan untuk mengawal Pemilu 2014. Dibutuhkan upaya dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pesta demokrasi di Sulawesi Selatan khususnya kami di Kabupaten Wajo.
Program Pemantauan Pemilu 2014 tersebut dimulai pada awal September 2013 hingga Agustus 2014. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jaringan Pemantauan FIK ORNOP Sul-Sel dalam melakukan pemantauan Pemilu dan Pemilihan kepala daerah dengan beberapa output yang diharapkan dalam program ini adalah:
- Tersedianya Modul/Instrumen Pemantauan Pelanggaran Pemilu 2014
- Meningkatkan kemampuan Pemantau FIK Ornop Sul-Sel
- Adanya Pemantauan Pelanggaran Pemilu 2014
- Terpublikasinya Hasil Pemantauan Pelanggaran Pemilu 2014
Untuk mencapai tujuan tersebut maka saya yang dipercaya sebagai Koordinator Program Pemantauan Pemilu di Kabupaten Wajo mempersiapkan beberapa kegiatan antara lain; “On Job Training (OJT) Pemantauan Pemilu 2014 untuk Tim Desa & Relawan, pemantauan politik uang, Diskusi Multi Stakeholder tingkat desa/kelurahan (FGD), Wawancara Mendalam, Observasi/ Pemantauan, serta Serial Diskusi Publik tentang pelanggaran pemilu 2014.

Salah satu kegiatan yang saya rasa mendapat banyak tantangan adalah “On Job Training (OJT) Pemantauan Pemilu 2014 untuk Tim Desa & Relawan di Kabupaten Wajo”. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan pemahaman tentang pemantauan pelanggaran pada pemilihan calon legislatif 2014 serta meningkatkan jaringan tim pemantau dan relawan pada pemilihan calon legislatif 2014.
Saya diminta untuk mencari dan melatih orang untuk menjadi pemantau pemilu. Berbekal pengalaman dan pengetahuan tentang kepemiluan serta jaringan kepemiluan pada saat di PPS. Saya mulai turun ke kecamatan dan keluar masuk desa-desa mengajak dan merekrut anak anak muda yang saya kenal memiliki integritas baik dan punya mental baja untuk ikut terlibat menjadi pemantau dan relawan. Mencari dan memilih orang yang tepat dan memenuhi kriteria yang dipersyaratkan dalam program itulah yang membuat saya agak sedikit tertantang.
Alhamdulillah, kegiatan tersebut, saya anggap berhasil karena telah merekrut sekitar 10 orang relawan yang siap menjadi pemantau di beberapa desa dan kecamatan di Kabupaten Wajo.
Hanya satu dalam pikiranku saat itu adalah saya mesti mencari anak anak muda potensial di desa. Pertanyaannya adalah kenapa mesti anak muda? Jawabannya adalah pertama, karena saya masih yakin bahwa anak muda ini harus cepat dikenalkan dengan dunia demokrasi dan politik yang kelak dapat mempengaruhi hidupnya. Kedua, karena saya masih kurang percaya diri jika saya melatih orang yang usianya diatas saya saat itu.
Keikutsertaan setiap warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan menyangkut dan mempengaruhi hidupnya untuk ikut berpatisipasi dalam bidang politik seperti; pemberian suara dalam pemilu, partisipasi dalam organisasi politik sampai pada menduduki jabatan-jabatan politis, ikut dalam diskusi-diskusi politik dan turut serta memantau dalam penyelenggaraan pemilu demi terselenggaranya pemilu secara damai, adil dan kompetitif adalah salah satu yang perlu untuk selalu digerakkan agar demokrasi tidak jalan ditempat.
Ada dua hal yang saya syukuri dalam program ini, pertama saya mendapat banyak pengetahuan, pengalaman dan jaringan demokrasi dan kepemiluan. Kedua, saya mendapat motivasi dan semangat untuk berjuang dalam isu demokrasi.
Bagi setiap aktifis seperti saya, motivasi dan semangat berjuang sangat penting untuk dirawat dan ditumbuhkan karena hidup sebagai seorang aktifis tidak selamanya berada pada zona nyaman alias bekerja dengan mendapat upah. Ada kalanya kita bekerja atau memperjuangkan sesuatu yang dianggap benar tanpa dibayar sepeserpun.
Salah satu motivasi untuk fokus pada isu pemilu dan demokrasi saya dapatkan dari sebuah diskusi bersama dengan salah seorang senior yang saya kagumi dalam dunia kepemiluan di Sulawesi Selatan. Namanya Mappinawang mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan. Diskusi tersebut dilaksanakan oleh FIK Ornop Sulsel di salah satu hotel di Makassar dengan mengangkat tema “Menuju Pilpres 2014 Berintergritas”.
Dalam diskusi tersebut, sebetulnya kami banyak berbicara terkait isu politik uang dan konflik yang dikhawatirkan terjadi pada pilpres mendatang. Namun yang membuat saya tertarik dan berkomitmen untuk mendalami dunia kepemiluan karena menurut beliau bahwa “Peran kita sebagai masyarakat terdidik, bagaimana kita dapat mengambil posisi dan peran dalam pemilu. Tugas utama penyelenggara dan pemantau adalah menciptakan pilpres yang berintegritas.” Lebih lanjut beliau menceritakan tentang pengalamannya saat menjadi penyelenggara pemilu dan bagaimana dia mempertahankan integritasnya selama menjadi penyelenggara.
Dari sinilah saya mendapat motivasi dan minat untuk kembali menjadi penyelenggara pemilu dan berencana untuk mendaftar sebagai penyelenggara di pemilu berikutnya.
Singkat cerita, Pemilu Presiden yang dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014 hanya diikuti oleh dua pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yakni Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa (Prabowo-Hatta) dan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Pemilihan umum 2014 pada akhirnya dimenangkan oleh pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan memperoleh suara sebesar 53,15% suara secara nasional, atau sebanyak 70.997.833 suara dan mengalahkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa yang memperoleh suara sebesar 46,85% suara secara nasional atau sebanyak 62.576.444 suara. Dengan perolehan suara tersebut KPU RI pada 22 Juli 2014 menetapkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih adalah Joko Widodo dan Jusuf Kalla selanjutnya dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014.