Lima orang anggota KPU Kabupaten Wajo terpilih dilantik oleh Ketua KPU RI, Arief Budiman pada tanggal 24 Desember 2018 di Kantor KPU RI yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol No.29, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Semoga kami ini adalah “pilihan yang tepat”.

Setelah seremonial pelantikan selesai, KPU Kabupaten Wajo tak butuh waktu lama untuk menetapkan siapa yang akan menahkodai lembaga penyelenggara pemilu di Kabupaten Wajo tersebut. Berbeda bagi sebagian KPU Kabupaten/Kota yang lain pleno mereka laksanakan setelah kembali ke daerah masing-masing. Kami memutuskan menyelesaikan agenda pemilihan ketua ini sebelum kembali ke Kabupaten Wajo. Dengan sigap Sekertaris KPU Kabupaten Wajo, Andi Bustamin memfasitasi rapat kami meski dengan keterbatasan, tanpa meja, tanpa kursi hanya bermodalkan berita acara kami melakukan rapat pleno tersebut di sudut ruang pelantikan. Kami sadari bahwa agenda ini memang harus segera selesai, sebagaimana diketahui bahwa perekrutan kami sebagai anggota KPU Kabupaten Wajo di tengah berjalannya tahapan pemilu 2019.

Saya diminta untuk memimpin rapat pertama ini, setelah saya membuka rapat, tanpa panjang lebar saya mempersilahkan teman-teman untuk menyampaikan pendapat masing-masing dan mengusulkan 1 (satu) nama yang dianggap layak dan mampu mengembah amanah berat ini.

Suatu kewajiban bagi kelima anggota KPU Kabupaten/Kota yang terpilih untuk memilih salah satu diantara mereka menjadi Ketua. Kami berlima melakukan rapat pleno pertama kami dan memilih saudara Haedar sebagai Ketua KPU Kabupaten Wajo periode 2018-2023. Semoga ini “pilihan yang tepat”.

Dengan diputuskannya Pak Ustast sebagai Ketua KPU Kabupaten Wajo, begitu panggilan akrab teman-teman kepada ketua terpilih maka selesailah agenda pertama kita. Pikirku saat itu, ini salah satu pertanda adanya chemistry diantara kami dan itu salah satu modal bagi kepengurusan kami ke depan.

Setelah beristirahat sejenak kami kembali ke hotel tempat kami menginap. Satu agenda lagi yang diusulkan oleh Pak Ustast sebagai ketua. Kami diminta kembali untuk memutuskan pembagian divisi yang akan menjadi tanggungjawab kami. Disalah satu kamar hotel kami berkumpul berlima untuk berdiskusi membicarakan agenda dan perkembangan yang ada di KPU Kabupaten Wajo termasuk perkembangan divisi yang ditinggalkan komisioner sebelumnya.

Diskusi pembagian divisi berlangsung alot, salah satu divisi yang menjadi rebutan adalah Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia (Sosdiklih, Parmas dan SDM) mungkin karena nama divisi ini sehingga saat itu kami sudah dapat menebak tugas dan kewenangannya. Sementara Divisi Keuangan, Umum dan Logistik sudah melekat pada ketua. Jadi kami berempat saling menyesuaikan dengan keahlian dan latar belakang masing-masing. Ibu Andi Tenri Sampeang memilih Divisi Perencanaan, Data dan Informasi dengan alasan periode sebelumnya mengampuh divisi yang sama, Bapak Zainal Arifin memilih divisi yang kayaknya sudah lama diidam-idamkan yakni Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia, Sementara Ibu Iin Fitriani, harus rela memilih Divisi Hukum dan Pengawasan karena Saya memilih Divisi Teknis Penyelenggaraan karena latar belakang sudah menjadi PPS. Semoga ini adalah “pilihan yang tepat”.

Rapat selesai dengan senyum lebar dan saling menguatkan karena pembagian divisi hanyalah soal pembagian peran saja sesungguhnya setiap pekerjaan dan pengambilan keputusan di KPU menganut prinsip kolektif kolegial.

Definisi kolektif menurut KBBI adalah sesuatu hal yang dilakukan secara bersamaan dan dalam jumlah yang banyak. Sedangkan kolegial bersifat seperti teman sejawat (sepekerjaan) atau akrab seperti teman sejawat. Secara terminologi dapat dimaknai bahwa kolektif kolegial adalah suatu ikatan dan interaksi yang dilakukan secara bersamaan layaknya pertemanan sejawat.

Sedangkan kepemimpinan kolektif kolegial adalah istilah umum yang merujuk kepada sistem kepemimpinan yang melibatkan beberapa orang pimpinan dalam mengeluarkan keputusan atau kebijakan dengan mekanisme tertentu, yang ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat atau pemungutan suara dengan mengedepankan semangat kebersamaan. Masing-masing pimpinan itu memiliki hak suara yang sama dalam pengambilan keputusan dan/atau kebijakan dalam lembaga tersebut.[1]

Saya teringat kata-kata penutup rapat Pak Ustast bahwa “Kami berlima adalah pimpinan KPU Kabupaten Wajo sekarang, kita harus solid, saling backup, dan saling menguatkan”. Terakhir kami berdoa bersama demi kelancaran tugas dan amanah kami.

Bagi saya terpilih menjadi anggota KPU Kabupaten Wajo adalah takdir sementara memimpin Divisi Teknis Penyelenggaraan adalah perwujudannya, jadi dalam menjalankan tugas-tugas divisi ini mesti dengan penuh tanggungjawab dan dicintai oleh “tim teknis” sebutan saya bagi staf sekretariat KPU Kabupaten Wajo di Subbagian Teknis Pemilu dan Hubungan Partisipasi Masyarakat. Staf sekertariat adalah support system dalam tubuh KPU. Begitu komitmen saya pribadi. Semoga komitmen ini “pilihan yang tepat” dan dapat saya pegang hingga akhir periode kepemimpinan saya di KPU Kabupaten Wajo.

Terakhir, saya ingin mengutip kata bijak Ary Ginanjar Agustian, Pakar Kecerdasan Emosi dan Spritual (ESQ), bahwa Anda bisa mencintai orang lain tanpa memimpin mereka, tapi Anda tidak bisa memimpin orang lain tanpa mencintai mereka. Seorang pemimpin harus mampu berhubungan secara baik dengan orang lain. Seorang pemimpin tidak bisa hanya menunjukkan prestasi kerjanya saja, namun ia harus mencintai dan dicintai orang lain.[2]

[1] https://beritasumbar.com/memaknai-kolektif-kolegial-penyelenggara-pemilu/

[2] Agustian, Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spritual ESQ: Emotional Spiritual Quotient berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam. Jakarta. Arga Wijaya Persada. 2001.